TERAPI AKUPRESUR DAPAT MENURUNKAN
KELUHAN
MUAL MUNTAH AKUT AKIBAT
KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER:
RANDOMIZED CLINICAL TRIAL
Hilman
Syarif1,2*, Elly Nurachmah3, Dewi
Gayatri3
1. STIKES Cut Nyak Dhien Langsa, Nanggroe Aceh
Darussalam 24415, Indonesia
2. Program Studi Magister Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
3. Fakultas Ilmu Kepearawtan Universitas Indonesia,
Depok 16424, Indonesia
*Email: h11m4n@yahoo.com
Abstrak
Akupresur merupakan salah satu terapi komplementer
pada pasien yang mengalami mual muntah akut akibat kemoterapi. Tujuan riset ini
untuk membuktikan pengaruh akupresur terhadap mual muntah akut pada pasien
kanker di dua RS di Jakarta. Penelitian ini merupakan randomized clinical trial dengan metode single blind. Pengambilan sampel dengan cara consecutive sampling dan
penentuan kelompok intervensi dan kontrol dengan randomisasi alokasi subjek
sederhana. Sampel penelitian berjumlah
44 responden, terdiri dari 22 responden sebagai kelompok intervensi yang
dilakukan terapi akupresur sebanyak tiga kali sehari, dan 22 responden sebagai
kelompok kontrol. Pengujian perbedaan penurunan rerata skor mual, muntah, dan
mual muntah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji T test. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan rerata mual muntah akut setelah akupresur pada kelompok intervensi
signifikan lebih besar dibanding dengan kelompok kontrol (p= 0,000; α= 0,05).
Akupresur secara signifikan dapat menurunkan mual muntah akut akibat kemoterapi
pada pasien kanker yang dilakukan akupresur dibandingkan dengan kelompok
kontrol. Akupresur direkomendasikan dapat diterapkan sebagai bagian dari
intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami mual muntah akut akibat kemoterapi.
Kata kunci: akupresur, kemoterapi, mual muntah akut
Abstract
Acupressure
is one of the complementary theraphies for patients with acute
chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV). The objective of the study was
to prove the effect of acupressure to acute CINV on patients with cancer at two
hospitals in Jakarta. The research used randomized clinical trial with single
blind method. A consecutive sampling was used as the sample collection method
and simple randomization allocation subject was used to identify samples in the
intervention or control group. The number of samples was 44 respondents,
consisted of 22 subjects who were given an acupressure theraphy, three times a
day; and the remaining was the control group. A t-test was used to examine the
differences of the mean nausea and vomiting scores between the intervention and
control groups. The result indicated that there is a signifant decrease of the
mean acute nausea and vomiting scores after acupressure between the two groups
(p= 0.000; α= 0.05). It was concluded that the acupressure can significantly
decrease acute CINV on patients with cancer in the intervention group if
compared with control group. Based on the findings, recommendation is directed
to hospital management especially nursing management to apply acupressure as a
nursing intervention to patients with acute CINV.
Keywords:
acupressure, chemotherapy, acute nausea and vomiting
Pendahuluan
Kanker merupakan suatu ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat,
karena insiden dan angka kematiannya terus merayap naik. American Cancer Society (ACS)
menyatakan sekitar 1.399.790 kasus baru
kanker didiagnosis pada 2006 di Amerika (LeMone & Burke, 2008). LeMone dan
Burke juga mengungkapkan bahwa satu dari empat kematian
disebabkan oleh kanker, dan lebih dari 1500 orang meninggal dikarenakan
kanker setiap harinya. Di Indonesia, lebih kurang 6% atau 13,2 juta jiwa
penduduk Indonesia menderita penyakit kanker dan memerlukan pengobatan sejak
dini. Angka tersebut hampir sama dengan beberapa negara berkembang lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Depkes RI, yang menyebutkan bahwa kanker
merupakan penyebab kematian ke-5 di Indonesia,
setelah penyakit jantung, stroke, penyakit saluran pernafasan, dan diare
(Depkes RI, 2006).
Banyak terapi yang dilakukan terhadap kanker, diantaranya kemoterapi
yang umumnya digunakan untuk terapi sistemik dan kanker dengan metastasis
klinis ataupun subklinis. Pada kanker stadium lanjut secara lokal, kemoterapi
sering menjadi satu-satunya metode pilihan yang efektif. Hingga saat ini obat
anti kanker jenis kemoterapi yang sudah dapat digunakan secara klinis mencapai
70 jenis lebih (Desen, 2008).
Obat-obat kemoterapi sering menimbulkan efek samping bagi pasien
terutama mual muntah dengan derajat yang bervariasi. Obat golongan Sisplatin,
Karmustin, dan Siklofospamid merupakan jenis obat yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam menimbulkan mual muntah. Lebih dari 90% pasien yang menggunakan obat
golongan ini mengalami muntah (Hesketh, 2008).
Gejala mual muntah merupakan salah satu efek samping yang berat akibat
pemberian obat kanker. Kondisi ini dapat menyebabkan stres terhadap pasien dan
terkadang membuat pasien memilih untuk menghentikan siklus terapi dan
berpotensi untuk menimbulkan harapan hidup yang buruk di masa depan. Disamping
itu, jika efek samping ini tidak dapat ditangani dengan baik, maka mual muntah
dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan
resiko terjadi aspirasi pneumonia (Hesketh, 2008; Ignatavicius & Workman,
2008).
Chemotherapy-induced nausea and
vomiting (CINV) dikategorikan dalam tiga
jenis berdasarkan waktu terjadinya sehubungan dengan pemberian kemoterapi yaitu
acute, delayed, dan anticipatory (Grunberg, 2004; Hesketh,
2008). Saat ini telah banyak terapi yang dikembangkan untuk mengatasi mual
muntah dengan indeks terapi yang bervariasi. Meskipun telah diberikan terapi
antiemetik, CINV khususnya yaitu mual, masih merupakan respon yang paling sering
dijumpai pada pasien. Berdasar data dari Grunberg (2004) yang menunjukkan
bahwa sekitar 60% pasien yang telah mendapatkan kemoterapi melaporkan
bahwa pasien mengalami mual akut dan sekitar 30% mengalami muntah akut meskipun
sudah menggunakan antiemetik regimen terbaru.
Terapi komplementer yang dapat dilakukan dalam mengatasi mual muntah
akibat kemoterapi yaitu salah satunya dengan akupresur. Stimulasi yang
dilakukan pada titik P6 dan St36 diyakini akan memperbaiki aliran energi di lambung sehingga dapat
mengurangi terjadi gangguan pada lambung termasuk mual muntah (Dibble, Luce,
Cooper, & Israel, 2007).
Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Tarcin, Gurbuz, Pocan, Keskin,
dan Demirturk (2004), yang juga mengungkapkan informasi lain bahwa stimulasi
pada titik P6 mempunyai manfaat dalam peningkatan pengeluaran beta endorpin di
hipofisis di sekitar CTZ. Beta endorpin merupakan salah satu antiemetik endogen
yang dapat menghambat impuls mual muntah di pusat muntah dan CTZ (Samad,
Afshan, & Kamal, 2003).
Akupresur sebagai salah satu terapi komplementer dalam mengatasi mual
muntah telah dibuktikan oleh beberapa penelitian, salah satu diantaranya adalah
penelitian Dibble, et al. (2007). Penelitian tersebut bertujuan membandingkan
perbedaan mual muntah akibat kemoterapi pada 160 orang wanita. Responden dibagi
ke dalam tiga kelompok, terdiri dari; kelompok yang mendapat akupresur, placebo
akupresur, dan mendapat perawatan yang biasa.
Hasil penelitian Dibble, et al. yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
pada intensitas mual dan muntah yang bermakna pada kelompok yang mendapat
akupresur bila dibandingkan dengan kelompok plasebo dan kelompok yang mendapat
perawatan yang biasa. Selain itu, dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa
tidak ada perbedaan yang bermakna pada kelompok plasebo akupresur dan kelompok
yang mendapatkan perawatan yang biasa.
135
|
|
|
|
Peneliti mengamati bahwa akupresur belum pernah
diaplikasikan sebagai intervensi keperawatan yang digunakan untuk mengatasi
maupun mencegah mual muntah akibat dari pemberian kemoterapi, khususnya di dua
rumah sakit di wilayah Jakarta
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
yang dijadikan lokasi/tempat penelitian. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari akupresur terhadap mual
muntah akut akibat dari kemoterapi pada pasien kanker di dua rumah sakit di
wilayah Jakarta.
|
Variabel
|
Mean
|
SD
|
N
|
Min-mak
|
OR 95% CI
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Usia
|
43,75
|
10,76
|
44
|
19-61
|
40,48-47,02
|
|
|
|
|
|
|
|
Metode
Desain penelitian ini adalah randomized clinical trial dengan
metode single blind. Kriteria inklusi yang meliputi; pasien dengan usia di
atas 18 tahun, kooperatif, dalam kondisi sadar, dapat berorientasi pada tempat,
waktu, dan orang, dapat membaca dan menulis, serta cara pemberian kemoterapi
melalui intravena. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu terdiri dari; pasien yang
mengalami anticipatory, nausea, dan vomiting, pasien dengan riwayat
penggunaan alkohol, riwayat mual muntah akibat perjalanan atau kehamilan,
penderita kanker saluran cerna, kanker hati, dan kanker pankreas, pasien yang
memiliki kontraindikasi akupresur, serta pasein dalam siklus kelima atau lebih.
Sampel diambil secara concecutive sampling dan randomisasi alokasi subjek diaplikasikan
untuk menentukan kelompok intervensi dan kontrol. Dari 44 total sampel, 22 pada
kelompok intervensi dan 22 pada kelompok kontrol. Kelompok intervensi
mendapatkan terapi antiemetik standar dan dilakukan akupresur 3 kali sehari, 25
menit sebelum kemoterapi serta 6 dan 12 jam setelah kemoterapi. Sementara
kelompok kontrol hanya mendapatkan terapi standar.
Pengukuran mual muntah didapatkan berdasarkan
penjumlahan hasil isian pasien dan keluarga pada kuesioner mual muntah setiap
12 jam setelah mendapatkan kemoterapi dan dilakukan pada dua siklus pemberian
kemoterapi yang berurutan. Data pre-test didapat
pada satu siklus, dimana kelompok
intervensi dan kontrol tidak dilakukan intervensi.
Data post-test didapat pada siklus
berikutnya, dimana kelompok intervensi dilakukan terapi akupresur, sementara
kelompok kontrol tidak dilakukan terapi akupresur.
Alat pengumpul data yang digunakan terdiri dari dua
kuesioner, yaitu kuesioner data demografi dan kuesioner mual muntah. Kuesioner
data demograpi digunakan untuk mengukur data usia responden, jenis kelamin,
diagnosis medis, siklus kemoterapi, obat kemoterapi yang digunakan, obat
antiemetik yang digunakan, dan sistem pemberian kemoterapi. Kuesioner mual
muntah digunakan dengan tujuan untuk mengukur mual muntah yang dimodifikasi
dari Rhodes Index Nausea, Vomiting, and
Retching. Pengisian kuesioner tersebut yaitu dibantu dengan menggunakan
gelas ukur, sedangkan kuesioner penilaian distres yang telah dimodifikasi dari State-Trait Anxiety Inventory yang
dipopulerkan oleh Spielberg.
Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini
dilakukan sebelum penggunaan kuesioner terhadap 30 pasien yang karakteristik
pasien sama dengan responden penelitian. Berdasarkan pada hasil uji validitas
menggunakan Pearson dan uji reliabilitas menggunakan Alpha-Cronbach didapatkan
bahwa semua item pertanyaan valid (r> 0,349). Pada uji reliabilitas terhadap
semua poin didapatkan bahwa semua pertanyaan reliabel, dengan nilai r Alpha
0,911 lebih besar dibandingkan dengan t tabel. Analisis bivariat menggunakan t pooled test dan t paired test.
Hasil
Karakteristik Responden
Tabel 1 menunjukkan usia responden penelitian ini paling rendah 19 tahun
dan maksimum berusia 61 tahun. Rerata usia responden adalah 43,75 tahun (SD=
10,76). Berdasarkan estimasi diyakini bahwa rerata usia responden penelitian
berada diantara 40,48 sampai dengan 47,02 tahun.
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar (63,6%) responden berjenis
kelamin perempuan, begitupun pada kelompok kontrol (68,2%) maupun kelompok
intervensi (59,1%). Sisanya berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 36,4%.
Sebagian besar responden (65,9%) menggunakan kemoterapi dengan derajat
emetogenik tinggi. Sisanya sebesar 34,1% responden yang menggunakan kemoterapi
dengan derajat emetogenik yang sedang. Seluruh
responden menggunakan terapi antiemetik dengan indeks terapi tinggi, baik pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Tidak terdapat responden yang
menggunakan antiemetik indeks terapi yang rendah, baik terhadap kelompok
kontrol maupun kelompok intervensi.
Sebagian besar responden (54,5%) menggunakan
kemoterapi dengan sistem pemberian singleday.
Sisanya sebesar 45,5% responden menggunakan kemoterapi dengan metode pemberian multiday. Berdasarkan siklus kemoterapi
responden hampir merata untuk masing-masing siklus. Paling banyak responden
berada pada siklus ketiga yaitu 14 orang (31,8%), sedangkan untuk siklus
pertama, kedua, dan keempat masing-masing 18,2%, 29,5%, dan 20,25%.
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Jenis
Kelamin, Kemoterapi, Antiemetik, Sistem Pemberian Kemoterapi, dan Siklus
Kemoterapi
|
Variabel
|
Total
(%)
|
|
|
|
|
Jenis Kelamin
|
|
|
Laki-laki
|
16 (36,4)
|
|
Perempuan
|
28 (63,6)
|
|
Kemoterapi
|
|
|
Emetogenik
Sedang
|
15 (34,1)
|
|
Emetogenik
Tinggi
|
29 (65,9)
|
|
Antiemetik
|
|
|
Indeks
tinggi
|
44 (100)
|
|
Metode Pemberian
|
|
|
Singleday
|
24 (54,5)
|
|
Multiday
|
20 (45,5)
|
|
Siklus Kemoterapi
|
|
|
1
|
8 (18,2)
|
|
2
|
13 (29,5)
|
|
3
|
14 (31,8)
|
|
4
|
9 (20,5)
|
|
|
|
Terapi
akupresur dapat menurunkan keluhan mual muntah akut akibat kemoterapi (Hilman
Syarif, Elly Nurachmah, Dewi Gayatri) 137
Perbandingan
Rerata Skor Mual, Muntah, dan Mual Muntah Setelah Akupresur pada Kelompok
Intervensi dan Kontrol
Hasil rerata mual setelah dilakukan akupresur pada kelompok intervensi
yaitu 3,55 (0-24) (SD= 1,471), sedang kelompok yang tidak dilakukan akupresur
mualnya adalah 5,68 (SD= 2,009). Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa adanya
perbedaan yang bermakna rerata mual terhadap kelompok yang dilakukan akupresur
dengan yang tidak dilakukan (p= 0,000; α= 0,05).
Akupresur yang telah dilakukan pada kelompok intervensi menunjukkan
bahwa rerata muntah yaitu 2,09 (0-24) (SD= 1,716). Pada kelompok kontrol,
rerata muntahnya adalah 4,05 (SD= 1,889). Hasil analisis menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang bermakna rerata muntah pada kelompok yang dilakukan
akupresur dengan yang tidak dilakukan (p= 0,001; α= 0,05).
Rerata mual muntah setelah dilakukan akupresur pada kelompok intervensi
adalah 5,64 (0-48) (SD= 2,700), sedangkan kelompok yang tidak dilakukan
akupresur mual muntahnya adalah 9,89 (SD= 3,418). Analisis selanjutnya
menunjukkan bahwa perbedaan yang bermakna rerata mual muntah pada kelompok
intervensi dengan kelompok kontrol (p= 0,000; α= 0,05).
Pembahasan
Rerata skor mual muntah setelah akupresur berbeda secara bermakna antara
kelompok yang dilakukan akupresur dengan kelompok yang tidak dilakukan
akupresur (p= 0,000; α= 0,05). Hasil penelitian ini telah menunjukkan akupresur
yang dilakukan pada responden yang mendapatkan kemoterapi atau kelompok
intervensi dapat menurunkan skor mual muntah akut sebesar 3,72. Hal yang
sebaliknya terjadi pada kelompok kontrol, yaitu peningkatan skor mual muntah
sebesar 0,27.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa akupresur yang dilakukan menurunkan
skor mual muntah
akut secara bermakna terhadap responden yang mengalami mual muntah akut
akibat kemoterapi. Dengan demikian, akupresur merupakan intervensi yang efektif
dalam rangka menurunkan mual pada pasien kanker yang mendapat kemoterapi.
Temuan ini sesuai dengan temuan Dibble, et al. (2007) yang mengatakan bahwa
akupresur merupakan salah satu tindakan yang tepat dalam manajemen mual muntah
akibat kemoterapi.
Akupresur yang dilakukan pada responden yang mendapatkan kemoterapi atau
kelompok intervensi dapat menurunkan skor mual muntah akut sebesar 3,72.
Penelitian lain yang mendukung temuan ini telah dilakukan oleh Molassiotis,
Helin, Dabbour, dan Hummerston (2007) di Inggris. Penelitian tersebut
membandingkan mual dan muntah pada 36 responden wanita yang mendapat kemoterapi
karena kanker payudara. Responden dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen yang mendapatkan akupresur pada titik P6 dan kelompok kontrol yang tidak
dilakukan akupresur.
Hasil penelitian yang dilakukan Molassiotis, et al. menunjukkan bahwa
terdapat angka pengalaman mual dan muntah yang bermakna lebih rendah pada
kelompok eksperimen dibanding dengan kelompok kontrol. Hasil rerata pengalaman
mual muntah pada kelompok intervensi yaitu sebesar 1,53 dan pada kelompok
kontrol sebesar 3,66 (p= 0,001; α= 0,05).
Akupresur menurut pandangan peneliti dapat menurunkan mual muntah akut
akibat kemoterapi pada pasien kanker secara umum dengan melalui manipulasi
yaitu pada titik akupresur tersebut. Manipulasi pada titik akupresur P6 dan St36 dapat memberikan manfaat berupa
perbaikan energi yang ada di meridian limpa dan lambung, sehingga memperkuat
sel-sel saluran pencernaan terhadap efek kemoterapi yang dapat menurunkan
rangsang mual muntah ke pusat muntah. Manipulasi tersebut juga dapat merangsang
peningkatan beta endopin di hipofise yang dapat menjadi antiemetik alami
melalui kerjanya menurunkan impuls mual muntah di chemoreseptor trigger zone
(CTZ) dan pusat muntah (Tarcin, et al., 2004).
Penelitian lain yang mendukung hasil penelitian ini adalah penelitian
yang dilakukan oleh Dibble, et al. (2007). Pada penelitiannya Dibble, et al.
membandingkan perbedaan mual muntah akibat dari kemoterapi pada 160 orang
wanita. Responden penelitian tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok yang
terdiri dari; kelompok yang mendapatkan akupresur, mendapatkan plasebo akupresur,
dan mendapatkan perawatan yang biasa.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada
intensitas mual dan muntah yang bermakna pada kelompok yang mendapatkan
akupresur bila dibandingkan dengan kelompok plasebo dan kelompok yang mendapat
perawatan yang biasa. Selain itu, tidak ada perbedaan yang
bermakna pada kelompok plasebo akupresur dan
kelompok yang mendapat perawatan yang biasa.
Penelitian yang dapat dijadikan sebagai pendukung
penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Dibble, Chapman, Mack, dan Shih
(2000). Penelitian mereka bertujuan membandingkan perbedaan dari mual muntah
diantara pasien yang mendapatkan antiemetik allopatik dengan pasien yang
mendapat antiemetik allopatik ditambah dengan akupresur. Penelitian tersebut
dilakukan pada 17 orang wanita dengan rawat jalan yang mendapat kemoterapi di
klinik onkologi, delapan orang diantaranya yaitu sebagai kelompok yang mendapat
terapi akupresur selama maksimal tiga menit setiap pagi dan sesuai kebutuhan
untuk menyembuhkan gejala.
Tabel 3. Perbandingan Rerata Skor
Mual, Muntah, dan Mual Muntah Setelah Akupresur pada Kelompok Intervensi dan
Kontrol
Variabel
|
Kelompok
|
Mean
|
SD
|
p
|
|
|
|
|
|
Skor
Mual
|
Intervensi
|
3,55
|
1,471
|
0,000*
|
|
Kontrol
|
5,68
|
2,009
|
|
Skor
Muntah
|
Intervensi
|
2,09
|
1,716
|
0,001*
|
|
Kontrol
|
4,05
|
1,889
|
|
Skor
Mual Muntah
|
Intervensi
|
5,64
|
2,700
|
0,000*
|
|
Kontrol
|
9,59
|
3,418
|
|
*Bermakna pada α= 0,05
Hasil penelitian menunjukkan skor pengalaman mual akut pada kelompok
intervensi adalah 1,8 dan pada kelompok kontrol adalah 5,0. Penelitian
menghasilkan kesimpulan bahwa ada perbedaan yang bermakna secara statistik
dalam pengalaman mual serta intensitas mual muntah bila dibanding dengan
kelompok kontrol.
Temuan pada penelitian ini juga tidak jauh berbeda
dengan temuan penelitian yang dilakukan Roscoe, et al. (2003). Penelitian
dengan desain RCT tersebut dilakukan pada 739 responden yang mendapatkan
kemoterapi dikarenakan kanker. Responden dibagi kedalam tiga kelompok yaitu
kelompok akupresur, kelompok akustimulasi, dan kelompok plasebo.
139
|
|
|
|
Hasil akhir penelitian Roscoe, et al. menunjukkan
bahwa responden yang dilakukan akupresur pada titik P6 mengalami penurunan muntah akut
yang bermakna dibandingkan kelompok akustimulasi dan kelompok plasebo (p<
0,005).
Pendapat tersebut didukung dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Dibble, et al. (2007), yang mengatakan bahwa penurunan mual
muntah terjadi karena stimulasi berupa penekanan pada titik P6 dan St36 memberikan efek terapi di tubuh.
Stimulasi yang dilakukan dapat memperbaiki aliran energi di lambung sehingga
dapat mengurangi gangguan pada lambung termasuk mual muntah.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Tarcin, et al.
(2004) dan Samad, et al. (2003) yang menunjukkan bahwa stimulasi pada titik P6 dapat meningkatkan pengeluaran
beta endorpin di hipofisis di sekitar CTZ, dimana beta endorpin yang merupakan
salah satu antiemetik endogen yang dapat menghambat impuls mual muntah di pusat
muntah dan CTZ. Berdasarkan penemuan tersebut, diharapkan agar akupresur dapat
diaplikasikan untuk membantu pasien dalam rangka menurunkan mual muntah akibat
kemoterapi.
Dalam penelitian ini kondisi demografi didapatkan
bahwa tidak mempengaruhi hasil penelitian. Uji homogenitas dilakukan sebelum
pengolahan data mual muntah. Pada uji homogenitas menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan bermakna pada karakteristik responden pada kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Sedang, usia, jenis kelamin, derajat
emetogenik kemoterapi, antiemetik, siklus kemoterapi, serta metode pemberian
kemoterapi berada dalam kondisi homogen antara kelompok interevensi dan
kelompok kontrol.
Kesimpulan
Hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa karakteristik dari 44 responden, meliputi; rata-rata usia 43,75 tahun,
sebagian besar (63,6%) yaitu berjenis kelamin perempuan, sebagian besar (65,9%)
menggunakan kemoterapi dengan derajat
emetogenik yang tinggi, semua responden (100%) menggunakan antiemetik
dengan indeks terapi tinggi, sebagian besar diberikan kemoterapi dengan metode single day dan sebagian besar (31,8%)
pada siklus ketiga. Penurunan rerata skor mual, muntah, serta mual muntah
setelah dilakukan akupresur pada kelompok intervensi lebih besar dibandingkan
dengan pada kelompok kontrol (p< 0,005).
Kesimpulannya, secara bermakna akupresur dapat menurunkan mual muntah
akut akibat kemoterapi pada pasien kanker yang dilakukan akupresur dibanding
dengan kelompok kontrol. Berdasarkan temuan pada penelitian ini, maka
rekomendasi dari penelitian adalah agar akupresur dapat diterapkan sebagai
bagian dari intervensi keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan pada
pasien yang mengalami mual muntah akut akibat kemoterapi (US, RS, TN).
Referensi
Collin, K.B., & Thomas, D.J.
(2004). Accupuncture and accupressure for the Management of
Chemotherapy-Induced Nausea and Vomiting. Journal
of the American Academy of Nurse Practitioner, 16 (2), 76–80.
Depkes RI. (2006). Enam persen penduduk RI menderita kanker. Diperoleh dari
http://www. depkes.go.id/.
Desen, W. (2008). Buku ajar onkologi medik. Edisi
2.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Dibble, S.L., Chapman, J., Mack,
K.I., & Shih, A. (2000). Acupressure
for nausea. Diperoleh dari http://web.ebscohost.com/.
Dibble, S.L., Luce, J., Cooper,
B.A., & Israel, J. (2007). Acupressure for chemoterapy-induced nausea &
vomiting: A randomized clinical trial. Oncology
Nursing Forum, 34 (4), 813–820.
Grunberg,
S.M. (2004). Chemotherapy-induced
nausea
and vomiting: Prevention, detection, &
treatment-how are we doing? The
Journal of
Supportive Oncology, 2 (1), 1–12.
Hesketh, P.J. (2008). Chemotherapy-induced
nausea
&
vomiting. The New England Journal of Medicine,
358 (23), 2482–2494. DOI: 10.1056/ NEJMra0706547.
Ignatavicius, D.D., & Workman. M.L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking for collaborative care (5th
Ed.). Philadelphia:
W.B. Saunders Company.
LeMone, P., & Burke, K.
(2008). Medical surgical nursing: Critical thinking in client care (4th Ed.). New Jersey: Pearson Prentice
Hall.
Molassiotis, A., Helin, A.M.,
Dabbour, R., & Hummerston, S. (2007). The effects of P6 accupressure in the
profilaxis of chemotherapy related nausea and vomiting in breast cancer
patients. Complementary Therapies in
Medicine, 15 (1), 3–12.
Roscoe, J.A., Morrow, G.R.,
Hickok, J.T., Bushunow, P., Pierce, H.I., Flynn, P.J., et al. (2003). The efficacy
of accupressure and accustimulation wrist bands for the relief of
chemotherapy-induced nausea and vomiting. Journal
of Pain and Symptom Management,
26 (2), 731–742.
Samad, K., Afshan, G., &
Kamal, R. (2003). Effect of acupressure on postoperative nausea and vomiting in
laparoscopic cholecystectomy. J Pak Med
Assoc, 53 (2), 68–72.
Sukanta, P. O. (2008). Terapi pijat tangan. Jakarta:
Penebar
Plus.
Tarcin, O., Gurbuz, A.K., Pocan,
S., Keskin, O., & Demirturk, L. (2004). Accustimulation of the Neiguan point
during gastroscopy: Its effect on nausea and retching. The Turkish Journal of
Gastroenterology, 15 (4),
258–262.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar